Peristiwa kerusuhan terkait Jemaat Ahmadiyah yang baru terjadi di Cikeusik tentu sangat memprihatinkan dan mengusik kerukunan hidup masyarakat, kehidupan beragama khususnya.
Agama itu sendiri adalah pegangan dan pedoman dalam tiap langkah kehidupan bagi manusia dan sangat pribadi sifat dan perannya di dalam diri seorang manusia yang menganutnya. Negara, pemuka agama dan masyarakat adalah pihak-pihak yang punya peran dan tanggungjawab dalam kehidupan beragama agar bisa berjalan rukun dan damai. Kita tak boleh lupa juga bahwa agama berpotensi berkembang ke dalam bentuk aliran-aliran.
Indonesia merupakan negara yang punya kemajemukan suku dan agama, negara jamin dan lindungi masyarakatnya dalam melaksanakan segala hal terkait agamanya. Kerukunan antar umat beragama adalah keadaan yang mutlak diperlukan dan dijaga. Diantara kemajemukan itu Tuhan kebetulan takdirkan negeri ini sebagai negara yang sebagian besar penduduknya mayoritas menganut agama Islam.
Kerukunan hidup bergama telah beberapa kali ternodai dan mengakibatkan masalah yang serius dan mengancam kesatuan NKRI. Banyak yang telah dilakukan untuk mengatasinya dan menjaga agar langgeng kerukunan itu tapi tetap saja peristiwa itu terulang. Sepertinya pihak-pihak yang mempunyai peran dan tanggungjawab agar kehidupan beragama bisa berjalan rukun dan damai masih belum cukup berbuat dan berusaha.
Negara harus menegaskan dan mempunyai batasan melalui perundangan tentang agama-agama mana saja yang diakui dan dapat hidup di Indonesia dan bagaimana penganut agama bisa melaksanakan apa yang benar-benar diperintahkan agamanya Pemuka agama harus dapat berpegang teguh pada sumber-sumber asli kemurnian agama dalam melaksanakan perannya terutama di dalam kehidupan bermasyarakat atau dalam berdakwah agar masyarakat dapat memiliki keteguhan atas apa yang diyakininya dan tidak mudah goyah dan terpengaruh bentuk-bentuk yang mungkin saja sudah keluar dari keaslian dan kemurnian agama sumbernya. Dengan pembatasan dan ketegasan tentang agama-agama mana saja yang diakui dan dapat hidup di Indonesia dan penganut agama dipastikan bisa melaksanakan apa yang benar-benar diperintahkan agamanya lalu pemuka agama juga menjalankan perannya dengan baik seperti yang dimaksud tadi, tentunya masyarakat tak perlu resah atau bahkan bertindak anarkis jika ada kejadian seperti di atas itu, cukup negara dan perangkat hukumnya bekerja sama dengan pemuka agama mengajak kembali mereka ke dalam agama yang benar.
Departemen Agama kiranya memerlukan sebuah unit kerja yang khusus menangani jika hal seperti ini terjadi, terkait mekanisme penyadaran kembali, pembinaan dan mengajak kembali kaum yang mungkin tersesat tersebut. Negara dengan perangkat hukumnya yang didasari perundangan maupun peraturan terkait SARA yang tegas akan punyai landasan kuat dalam hal mengambil tindakan. Namun yang terjadi sekarang seperti kegalauan dan kebimbangan dalam menanggapi kejadian-kejadian seperti yang dimaksud di atas. Sangat diperlukan ketegasan dan peraturan yang memayungi, jika tidak maka bukan kerukunan beragama yang terjadi namun kekhawatiran potensi konflik antar umat bergama terus menghantui.
Bila ada kaum yang telah keluar dari sumber asli dan kemurnian agamanya tidaklah tepat untuk diminta bertoleransi di dalam kehidupan bergama maupun bermasyarakat, tidaklah tepat juga untuk meminta masyarakat di luar kaum itu agar toleran dan diminta untuk menerima mereka. Tapi justru harus diupayakan untuk dibina dan diajak kembali ke asalnya sesuai agama maupun kepercayaan yang telah diakui oleh negara melalui perundangan maupun peraturan.
Inilah yang dimaksud bahwa tidak cukup hanya soal bagaimana menciptakan kerukunan dalam kehidupan antar umat bergama tapi juga ada tugas penting dan berat ditengah arus modernisasi sekarang ini bagi negara dan pemuka agama kepada masyarakat, yaitu memperkokoh, meneguhkan keimanan dan keyakinan masyarakat terhadap agamanya atas dasar sumbernya yang asli dan murni sehingga tidak terpengaruh oleh hal-hal di luarnya yang mungkin sudah keluar dari keaslian dan kemurnian agamannya. Jika kita justru membiarkan mereka tersesat atau memberi toleransi bahkan mengajak masyarakat juga bertoleransi pada mereka maka tanpa disadari kita telah membuka keran tumbuh suburnya aliran-aliran baru yang bisa jadi justru jauh diluar apa yang diajarakan oleh agama itu sendiri.
Adalah suatu kenyataan bahwa dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam walau bukan sebuah negara Islam, Syariat Islam di Indonesia menjadi penting . Sebagai umat beragama, rakyat Indonesia yang sebagian besar muslim itu banyak mengharapkan Syariat Islam berperan dalam kehidupannya. Eksisnya Syariat Islam dan kebutuhan akan Syariat Islam dalam kehidupan pribadi seorang muslim yang mana juga ingin terekspresikan dalam kehidupan bermasyarakat menjadi kenyatan yang tumbuh pesat dengan sendirinya.
Negara Indonesia bukanlah negara Islam tapi negara tidaklah dapat menolak eksisnya Syariat Islam karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Beberapa daerah telah menerapkan Syariat Islam lewat peraturan daerah/perda Pada dasarnya semua agama juga yang ada di Indonesia adalah baik, tidaklah perlu khawatir akan Syariat Islam bagi siapa pun dan tidak perlu menempatkannya pada hirarki tertinggi perundangan, cukup masukan dalam perda, terapkan saja pada daerah-daerah berpenduduk mayoritas muslim, non muslim tidak perlu khawatir karana ini mengikat kaum muslim dan apa yang dianut (agama) non muslim juga diakui oleh semua pihak di dalam negeri ini sebagai sumber kebaikan dan pedoman dalam berprilaku dan berkehidupan maupun bermasyarakat. Tentunya akhirnya kerukunan dan kedamaian, karena masing-masing saling meghargai dan menjalankan perintah agamanya yang tentunya dengan benar! Negara atau siapapun tak perlu menolak ataupun takut akannya, negara tak kan bisa dan tak perlu halangi suatu hal yang baik apalagi itu merupakan bagian dari agama yang dianut mayoritas penduduknya, biarkanlah dan dukunglah dengan peraturan agar Syariat Islam itu terus tumbuh dan diterapkan walau secara perlahan sesuai urgensinya, dia adalah bagian dari agama dan karena sangat pribadi sifat dan perannya di dalam diri seorang manusia maka tak diragukan lagi dia adalah salah satu ‘sarana awal’ pembentuk kepribadian dan akhlak manusia yang baik dan akan menyebarlah kebaikan itu ke dalam semua bentuk-bentuk kehidupan di dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar