Jumat, 22 April 2011

GAJI PNS NAIK RAKYAT MAKIN SULIT

(Tulisan (aslinya) ini, dimuat di harian Pikiran Rakyat tgl 8 April 2011 )




Sebagai orang awam kami merasa heran dengan berita-berita belakangan ini yang menyoroti PNS, Birokrat dan Parlemen.

PNS dan Anggota TNI/Polri per 1 April baru saja mendapat kenaikan gaji, beberapa media meberitakan alasan kenaikan ini antara lain yang menyebutkan inflasi / dalam rangka menetralisasi lonjakan inflasi / itu bentuk kompensasi dari inflasi yang terjadi. Pemerintah menaikkan gaji para pegawainya supaya daya beli tidak tergerus / daya beli tetap terjaga. Sejak Oktober 2010, DPR dan Kementerian Keuangan telah sepakat untuk meningkatkan belanja pegawai sebesar Rp 18 triliun dalam APBN 2011. Total belanja pegawai di 2011 naik menjadi Rp 180 triliun dari Rp 162 triliun di 2010. Namun jika harga-harga barang ikut naik maka netralisasi inflasi tersebut akan sia-sia, bahkan “masyarakat” pun tidak dapat menikmati kenaikan gajinya.

Hal di atas memeperlihatkan bentuk perlakuan khusus negara terhadap sebagian dari warga negara yang ditimbulkan oleh suatu dampak perekonomian. Tapi yang namanya warga negara (“masyarakat”) itu kan tidak hanya PNS, ada yang bukan PNS dan jumlahnya lebih banyak serta kondisi ekonominya juga banyak yang tidak baik, BPS pun lebih paham soal ini dan jelas hasil sensus penduduk kemarin tidaklah semua warga negara Indonesia itu PNS kan? Kalau pemerintah menaikkan gaji para pegawainya supaya daya beli pegawainya tidak tergerus lalu bagaimana soal daya beli non PNS, non birokrat atau non parlementer?. Bayangkan mereka (masyarakat yang belum tentu alami kenaikan gaji) atau yang ekonominya sudah sulit akan ditambah lagi dengan kenaikan harga-harga yang tak terkendali. Apa ada teori kebijakan ekonomi dan kesejahteraan yang akan dipakai oleh negara untuk kelompok masyarakat ini?

Pada berita harian Pikiran Rakyat 6 April 2011 diberitakan bahwa Ketua Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan negara telah dirugikan Rp 3,87 Triliun melalui laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan lembaga lain pengelola keuangan negara. Kaitkanlah hal ini dengan soal kenaikan gaji di atas, pantaskah? Mungkin bisa ditambahkan pula dengan soal DPRD Jabar minta perbaharui fasilitas kendaraan dinas seharga Rp 2 miliar lebih atau soal gedung DPR baru itu atau dalam hal kurang evaluasi memutuskan suatu kebijakan, misalnya soal Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang sudah dicanangkan tapi kemudian karena hanya memperbesar beban biaya bagi siswa dan sekarang mau dikembalikan lagi statusnya ke sekolah umum. Korupsi dan contoh pengambilan kebijakan yang tidak terevaluasi dengan matang, apakah ini bukti janji-janji para penguasa & pimpinan negara saat rakyat mau datang ke TPS.

PNS, birokrat dan parlemen adalah subjek negara non profit, mereka tidak menggerak-kan pertumbuhan ekonomi mereka kebanyakan adalah pelayan masyarakat tapi anggaran negara ( yang juga tak sedikit sumbernya dari hutang luar negeri itu ) dialokasikan terbesar buat mereka bukannya lebih buat hal-hal yang bisa ciptakan pergerakan ekonomi yang nyata, lalu korupsi begitu besar di sana. Kalau memang harus dialokasikan anggaran yang begitu besar buat mereka, tentunya standar profesionalisme dan model –model sanksi berat dalam pelanggaran pelaksanaan tugas mereka, seperti hukuman mati karena korupsi dan pembuktian terbalik harta kekayaan adalah keharusan . Atau apakah memang perlu harus sebesar itu porsi anggaran buat para “pelayan” ini, kami yakin harus dievaluasi lagi dan juga soal-soal: memaknai dengan mendalam “menjadi pelayan masyarakat”, perlu/tidaknya pemekaran organisasi pemerintahan dan apakah semua mau jadi pelayan masyarakat karena PNS, birokrat & parlemen itu adalah lapangan pekerjaan primadona ?