Kamis, 28 Oktober 2010

DPRD = Pejabat Eksekutif Eselon II ?

JUDUL ASLI : DPRD = Pejabat Eksekutif Eselon II = Takut Miskin


(Dimuat di harian Pikiran Rakyat 28 Oktober 2010 )

Membaca keinginan para wakil rakyat / DPRD diberi failitas, gaji dan pensiun seperti pejabat eksekutif eselon II sungguh menyedihkan dan sebuah ide yang boros.
Ini melukai hati rakyat, hal ini menjelaskan kepada rakyat betapa para wakil rakyat itu sudah salah kaprah memaknai pekerjaannya yang harusnya mengabdi dan mehasilkan solusi bagi masalah-masalah rakyat tapi yang terjadi justru menganggapnya sebagai tujuan pemantapan ekonomi pribadi. Saya sangat setuju dengan pendapat Prof Sadu Wasistiono (Guru Besar IPDN), bahwa wakil rakyat seperti orang yang sedang bekerja untuk mencari uang.
Tapi yang lebih penting lagi hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa sumber masalah intinya adalah ‘kemiskinan’. Kemiskinan memang sudah menjadi hal yang menakutkan, merasuki sampai ke aspek psikologis seseorang. Ide itu mempertontontan kepada kita bahwa wakil rakyat bekerja karena membutuhkan pekerjaan dan penghasilan, dan berusaha mengumpulkan modal. Jiwa mereka takut akan kemiskinan. artinya mereka tidak memiliki empati terhadap masalah kemiskinan yang merupakan kopentensi dan modal mereka dalam bekerja mengabdi kepada rakyat untuk bisa merasakan apa yang dirasakan rakyat. Bisa dibayangkan bagaimana mereka bisa menghasilkan solusi buat masalah rakyat yang terbesar yaitu menciptakan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan kalau para wakil rakyat itu sendiri takut miskin? . Pasti sangat menghawatirkan terlebih bagi wakil rakyat yang hanya lulusan SMA, setelah selesai masa pengabdian sebagai wakil rakyat tidak akan percaya diri mencari kerja dengan ijazah SMA atau menjadi pengangguran. Mereka jadi manja dan tidak kreatif. Masyarakat tahu mereka pula yang berkuasa membuat undang-undang dan peraturan, jelas saja hasilnya perundangan dan peraturan yang banyak akal-akalan untuk kepentingan tertentu dan mereka akan ogah dan sulit jika disuruh buat perudangan/peraturan efisiensi yang membatasi geraknya, seperti pembatasan / mekanisme masa pengabdian, tidak adanya uang pensiun bagi wakil rakyat, atau peraturan sanksi-sanksi atas buruknya kinerja wakil rakyat dll.
Harusnya proses rekruitmen wakil rakyat itu dilakukan dengan standar yang ketat dan dibuat peraturan mekanisme pengabdian dan pembatasan masa pengabdian dan mekanisme ajuan fasilitas wakil rakyat, sebaiknya tidak ada uang pensiun bagi wakil rakyat. Kalau mau cari uang bukan mau mengabdi kepada rakyat sebaiknya mereka buka warung / toko saja di rumah jangan membebani anggaran negara dengan berdalih mewakili kepentingan rakyat, karena masih banyak rakyat yang benar-benar membutuhkan bantuan.