(Tulisan (aslinya) ini, dimuat di harian Pikiran Rakyat tgl 8 April 2011 )
Sebagai orang awam kami merasa heran dengan berita-berita belakangan ini yang menyoroti PNS, Birokrat dan Parlemen.
PNS dan Anggota TNI/Polri per 1 April baru saja mendapat kenaikan gaji, beberapa media meberitakan alasan kenaikan ini antara lain yang menyebutkan inflasi / dalam rangka menetralisasi lonjakan inflasi / itu bentuk kompensasi dari inflasi yang terjadi. Pemerintah menaikkan gaji para pegawainya supaya daya beli tidak tergerus / daya beli tetap terjaga. Sejak Oktober 2010, DPR dan Kementerian Keuangan telah sepakat untuk meningkatkan belanja pegawai sebesar Rp 18 triliun dalam APBN 2011. Total belanja pegawai di 2011 naik menjadi Rp 180 triliun dari Rp 162 triliun di 2010. Namun jika harga-harga barang ikut naik maka netralisasi inflasi tersebut akan sia-sia, bahkan “masyarakat” pun tidak dapat menikmati kenaikan gajinya.
Hal di atas memeperlihatkan bentuk perlakuan khusus negara terhadap sebagian dari warga negara yang ditimbulkan oleh suatu dampak perekonomian. Tapi yang namanya warga negara (“masyarakat”) itu kan tidak hanya PNS, ada yang bukan PNS dan jumlahnya lebih banyak serta kondisi ekonominya juga banyak yang tidak baik, BPS pun lebih paham soal ini dan jelas hasil sensus penduduk kemarin tidaklah semua warga negara Indonesia itu PNS kan? Kalau pemerintah menaikkan gaji para pegawainya supaya daya beli pegawainya tidak tergerus lalu bagaimana soal daya beli non PNS, non birokrat atau non parlementer?. Bayangkan mereka (masyarakat yang belum tentu alami kenaikan gaji) atau yang ekonominya sudah sulit akan ditambah lagi dengan kenaikan harga-harga yang tak terkendali. Apa ada teori kebijakan ekonomi dan kesejahteraan yang akan dipakai oleh negara untuk kelompok masyarakat ini?
Pada berita harian Pikiran Rakyat 6 April 2011 diberitakan bahwa Ketua Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan negara telah dirugikan Rp 3,87 Triliun melalui laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan lembaga lain pengelola keuangan negara. Kaitkanlah hal ini dengan soal kenaikan gaji di atas, pantaskah? Mungkin bisa ditambahkan pula dengan soal DPRD Jabar minta perbaharui fasilitas kendaraan dinas seharga Rp 2 miliar lebih atau soal gedung DPR baru itu atau dalam hal kurang evaluasi memutuskan suatu kebijakan, misalnya soal Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang sudah dicanangkan tapi kemudian karena hanya memperbesar beban biaya bagi siswa dan sekarang mau dikembalikan lagi statusnya ke sekolah umum. Korupsi dan contoh pengambilan kebijakan yang tidak terevaluasi dengan matang, apakah ini bukti janji-janji para penguasa & pimpinan negara saat rakyat mau datang ke TPS.
PNS, birokrat dan parlemen adalah subjek negara non profit, mereka tidak menggerak-kan pertumbuhan ekonomi mereka kebanyakan adalah pelayan masyarakat tapi anggaran negara ( yang juga tak sedikit sumbernya dari hutang luar negeri itu ) dialokasikan terbesar buat mereka bukannya lebih buat hal-hal yang bisa ciptakan pergerakan ekonomi yang nyata, lalu korupsi begitu besar di sana. Kalau memang harus dialokasikan anggaran yang begitu besar buat mereka, tentunya standar profesionalisme dan model –model sanksi berat dalam pelanggaran pelaksanaan tugas mereka, seperti hukuman mati karena korupsi dan pembuktian terbalik harta kekayaan adalah keharusan . Atau apakah memang perlu harus sebesar itu porsi anggaran buat para “pelayan” ini, kami yakin harus dievaluasi lagi dan juga soal-soal: memaknai dengan mendalam “menjadi pelayan masyarakat”, perlu/tidaknya pemekaran organisasi pemerintahan dan apakah semua mau jadi pelayan masyarakat karena PNS, birokrat & parlemen itu adalah lapangan pekerjaan primadona ?
Tentang Segala Hal Yang Bisa Menjadikan Media Informasi Sebagai Kekuatan Untuk Memobilisasi Dan Mengubah Opini Dan Cara Berpikir.
Jumat, 22 April 2011
Senin, 28 Februari 2011
Dana BOS Kota Cimahi dan Garansi Kepada Masyarakat
(Tulisan ini dimuat di Harian Pikiran Rakyat tgl 28 Februari 2011)
Tulisan Asli :
Dengan cairnya dana BOS untuk Kota Cimahi pada akhir bulan Februari ini, seperti kebanyakan masyarakat yang juga dihadapkan pada kondisi ekonomi sekarang ini yang kurang menguntungkan dan juga akan masuknya proses tahun ajaran baru yang mana akan dialami para orang tua siswa. Sebagai orang tua dan warga masyarakat, kami berharap pemda dan wakil rakyat mendukung untuk dipublikasikannya nama-nama sekolah penerima dana BOS juga untuk aspek pengawasannya agar tidak ada pungutan-pungutan ilegal maupun penyalahgunaan wewenang dan tujuan penggunaan dana.
Sebagaimana pernyataan Wali Kota Cimahi yang memperingatkan setiap sekolah untuk tidak memungut apapun jika memberatkan orang tua siswa. Demikian pula Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi yang mengatakan walau dana BOS tidak terlalu besar tapi tidak bisa dijadikan alasan oleh sekolah untuk memungut pendanaan dari orang tua siswa tanpa persetujuan bersama . Sekolah tak boleh memungut apapun jika memberatkan orang tua siswa.
Semua pernyataan ini bagi masyarakat bukan sekedar pernyataan biasa tapi suatu pernyataan yang mengadung makna garansi dan jaminan penuh, yang diberikan pemda kepada masyarakat dan tentunya konsekwensinya pihak bersangkutan sadar betul akan sanksinya, jika terjadi atau ada aduan pelanggaran. Sekaligus pula ini bisa menyadarkan masyarakat atas ketentuan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 20 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah , bahwa penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara, yang antara lain meliputi: (c) asas kepentingan umum, (d) asas keterbukaan, (e) asas proporsionalitas, (f) asas profesionalitas, (g) asas akuntabilitas, (h) asas efisiensi, (i) asas efektifitas.
Semoga dana BOS benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang memang membutuhkannya. Dalam pelaksanaannya terbuka, profesional, akuntabilitas terjamin, proporsional ( pelaksanaannya harus menguntungkan semua pihak/tidak memberatkan satu sisi ) serta benar-benar terbukti / terlaporkan dan terpublikasikan atas efisiensi dan efektifitasnya.
Dengan demikian kami, orang tua tidak lagi terkena baban tambahan masalah ekonomi/keuangan baru yang hanya menambah pusing kepala, terkait urusan sekolah dan tahun ajaran baru bagi anak-anak kami.
Tulisan Asli :
Dengan cairnya dana BOS untuk Kota Cimahi pada akhir bulan Februari ini, seperti kebanyakan masyarakat yang juga dihadapkan pada kondisi ekonomi sekarang ini yang kurang menguntungkan dan juga akan masuknya proses tahun ajaran baru yang mana akan dialami para orang tua siswa. Sebagai orang tua dan warga masyarakat, kami berharap pemda dan wakil rakyat mendukung untuk dipublikasikannya nama-nama sekolah penerima dana BOS juga untuk aspek pengawasannya agar tidak ada pungutan-pungutan ilegal maupun penyalahgunaan wewenang dan tujuan penggunaan dana.
Sebagaimana pernyataan Wali Kota Cimahi yang memperingatkan setiap sekolah untuk tidak memungut apapun jika memberatkan orang tua siswa. Demikian pula Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi yang mengatakan walau dana BOS tidak terlalu besar tapi tidak bisa dijadikan alasan oleh sekolah untuk memungut pendanaan dari orang tua siswa tanpa persetujuan bersama . Sekolah tak boleh memungut apapun jika memberatkan orang tua siswa.
Semua pernyataan ini bagi masyarakat bukan sekedar pernyataan biasa tapi suatu pernyataan yang mengadung makna garansi dan jaminan penuh, yang diberikan pemda kepada masyarakat dan tentunya konsekwensinya pihak bersangkutan sadar betul akan sanksinya, jika terjadi atau ada aduan pelanggaran. Sekaligus pula ini bisa menyadarkan masyarakat atas ketentuan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 20 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah , bahwa penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara, yang antara lain meliputi: (c) asas kepentingan umum, (d) asas keterbukaan, (e) asas proporsionalitas, (f) asas profesionalitas, (g) asas akuntabilitas, (h) asas efisiensi, (i) asas efektifitas.
Semoga dana BOS benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang memang membutuhkannya. Dalam pelaksanaannya terbuka, profesional, akuntabilitas terjamin, proporsional ( pelaksanaannya harus menguntungkan semua pihak/tidak memberatkan satu sisi ) serta benar-benar terbukti / terlaporkan dan terpublikasikan atas efisiensi dan efektifitasnya.
Dengan demikian kami, orang tua tidak lagi terkena baban tambahan masalah ekonomi/keuangan baru yang hanya menambah pusing kepala, terkait urusan sekolah dan tahun ajaran baru bagi anak-anak kami.
Jumat, 18 Februari 2011
Tidak Hanya Soal Ciptakan Kerukunan Antar Umat Beragama
Peristiwa kerusuhan terkait Jemaat Ahmadiyah yang baru terjadi di Cikeusik tentu sangat memprihatinkan dan mengusik kerukunan hidup masyarakat, kehidupan beragama khususnya.
Agama itu sendiri adalah pegangan dan pedoman dalam tiap langkah kehidupan bagi manusia dan sangat pribadi sifat dan perannya di dalam diri seorang manusia yang menganutnya. Negara, pemuka agama dan masyarakat adalah pihak-pihak yang punya peran dan tanggungjawab dalam kehidupan beragama agar bisa berjalan rukun dan damai. Kita tak boleh lupa juga bahwa agama berpotensi berkembang ke dalam bentuk aliran-aliran.
Indonesia merupakan negara yang punya kemajemukan suku dan agama, negara jamin dan lindungi masyarakatnya dalam melaksanakan segala hal terkait agamanya. Kerukunan antar umat beragama adalah keadaan yang mutlak diperlukan dan dijaga. Diantara kemajemukan itu Tuhan kebetulan takdirkan negeri ini sebagai negara yang sebagian besar penduduknya mayoritas menganut agama Islam.
Kerukunan hidup bergama telah beberapa kali ternodai dan mengakibatkan masalah yang serius dan mengancam kesatuan NKRI. Banyak yang telah dilakukan untuk mengatasinya dan menjaga agar langgeng kerukunan itu tapi tetap saja peristiwa itu terulang. Sepertinya pihak-pihak yang mempunyai peran dan tanggungjawab agar kehidupan beragama bisa berjalan rukun dan damai masih belum cukup berbuat dan berusaha.
Negara harus menegaskan dan mempunyai batasan melalui perundangan tentang agama-agama mana saja yang diakui dan dapat hidup di Indonesia dan bagaimana penganut agama bisa melaksanakan apa yang benar-benar diperintahkan agamanya Pemuka agama harus dapat berpegang teguh pada sumber-sumber asli kemurnian agama dalam melaksanakan perannya terutama di dalam kehidupan bermasyarakat atau dalam berdakwah agar masyarakat dapat memiliki keteguhan atas apa yang diyakininya dan tidak mudah goyah dan terpengaruh bentuk-bentuk yang mungkin saja sudah keluar dari keaslian dan kemurnian agama sumbernya. Dengan pembatasan dan ketegasan tentang agama-agama mana saja yang diakui dan dapat hidup di Indonesia dan penganut agama dipastikan bisa melaksanakan apa yang benar-benar diperintahkan agamanya lalu pemuka agama juga menjalankan perannya dengan baik seperti yang dimaksud tadi, tentunya masyarakat tak perlu resah atau bahkan bertindak anarkis jika ada kejadian seperti di atas itu, cukup negara dan perangkat hukumnya bekerja sama dengan pemuka agama mengajak kembali mereka ke dalam agama yang benar.
Departemen Agama kiranya memerlukan sebuah unit kerja yang khusus menangani jika hal seperti ini terjadi, terkait mekanisme penyadaran kembali, pembinaan dan mengajak kembali kaum yang mungkin tersesat tersebut. Negara dengan perangkat hukumnya yang didasari perundangan maupun peraturan terkait SARA yang tegas akan punyai landasan kuat dalam hal mengambil tindakan. Namun yang terjadi sekarang seperti kegalauan dan kebimbangan dalam menanggapi kejadian-kejadian seperti yang dimaksud di atas. Sangat diperlukan ketegasan dan peraturan yang memayungi, jika tidak maka bukan kerukunan beragama yang terjadi namun kekhawatiran potensi konflik antar umat bergama terus menghantui.
Bila ada kaum yang telah keluar dari sumber asli dan kemurnian agamanya tidaklah tepat untuk diminta bertoleransi di dalam kehidupan bergama maupun bermasyarakat, tidaklah tepat juga untuk meminta masyarakat di luar kaum itu agar toleran dan diminta untuk menerima mereka. Tapi justru harus diupayakan untuk dibina dan diajak kembali ke asalnya sesuai agama maupun kepercayaan yang telah diakui oleh negara melalui perundangan maupun peraturan.
Inilah yang dimaksud bahwa tidak cukup hanya soal bagaimana menciptakan kerukunan dalam kehidupan antar umat bergama tapi juga ada tugas penting dan berat ditengah arus modernisasi sekarang ini bagi negara dan pemuka agama kepada masyarakat, yaitu memperkokoh, meneguhkan keimanan dan keyakinan masyarakat terhadap agamanya atas dasar sumbernya yang asli dan murni sehingga tidak terpengaruh oleh hal-hal di luarnya yang mungkin sudah keluar dari keaslian dan kemurnian agamannya. Jika kita justru membiarkan mereka tersesat atau memberi toleransi bahkan mengajak masyarakat juga bertoleransi pada mereka maka tanpa disadari kita telah membuka keran tumbuh suburnya aliran-aliran baru yang bisa jadi justru jauh diluar apa yang diajarakan oleh agama itu sendiri.
Adalah suatu kenyataan bahwa dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam walau bukan sebuah negara Islam, Syariat Islam di Indonesia menjadi penting . Sebagai umat beragama, rakyat Indonesia yang sebagian besar muslim itu banyak mengharapkan Syariat Islam berperan dalam kehidupannya. Eksisnya Syariat Islam dan kebutuhan akan Syariat Islam dalam kehidupan pribadi seorang muslim yang mana juga ingin terekspresikan dalam kehidupan bermasyarakat menjadi kenyatan yang tumbuh pesat dengan sendirinya.
Negara Indonesia bukanlah negara Islam tapi negara tidaklah dapat menolak eksisnya Syariat Islam karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Beberapa daerah telah menerapkan Syariat Islam lewat peraturan daerah/perda Pada dasarnya semua agama juga yang ada di Indonesia adalah baik, tidaklah perlu khawatir akan Syariat Islam bagi siapa pun dan tidak perlu menempatkannya pada hirarki tertinggi perundangan, cukup masukan dalam perda, terapkan saja pada daerah-daerah berpenduduk mayoritas muslim, non muslim tidak perlu khawatir karana ini mengikat kaum muslim dan apa yang dianut (agama) non muslim juga diakui oleh semua pihak di dalam negeri ini sebagai sumber kebaikan dan pedoman dalam berprilaku dan berkehidupan maupun bermasyarakat. Tentunya akhirnya kerukunan dan kedamaian, karena masing-masing saling meghargai dan menjalankan perintah agamanya yang tentunya dengan benar! Negara atau siapapun tak perlu menolak ataupun takut akannya, negara tak kan bisa dan tak perlu halangi suatu hal yang baik apalagi itu merupakan bagian dari agama yang dianut mayoritas penduduknya, biarkanlah dan dukunglah dengan peraturan agar Syariat Islam itu terus tumbuh dan diterapkan walau secara perlahan sesuai urgensinya, dia adalah bagian dari agama dan karena sangat pribadi sifat dan perannya di dalam diri seorang manusia maka tak diragukan lagi dia adalah salah satu ‘sarana awal’ pembentuk kepribadian dan akhlak manusia yang baik dan akan menyebarlah kebaikan itu ke dalam semua bentuk-bentuk kehidupan di dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.
Agama itu sendiri adalah pegangan dan pedoman dalam tiap langkah kehidupan bagi manusia dan sangat pribadi sifat dan perannya di dalam diri seorang manusia yang menganutnya. Negara, pemuka agama dan masyarakat adalah pihak-pihak yang punya peran dan tanggungjawab dalam kehidupan beragama agar bisa berjalan rukun dan damai. Kita tak boleh lupa juga bahwa agama berpotensi berkembang ke dalam bentuk aliran-aliran.
Indonesia merupakan negara yang punya kemajemukan suku dan agama, negara jamin dan lindungi masyarakatnya dalam melaksanakan segala hal terkait agamanya. Kerukunan antar umat beragama adalah keadaan yang mutlak diperlukan dan dijaga. Diantara kemajemukan itu Tuhan kebetulan takdirkan negeri ini sebagai negara yang sebagian besar penduduknya mayoritas menganut agama Islam.
Kerukunan hidup bergama telah beberapa kali ternodai dan mengakibatkan masalah yang serius dan mengancam kesatuan NKRI. Banyak yang telah dilakukan untuk mengatasinya dan menjaga agar langgeng kerukunan itu tapi tetap saja peristiwa itu terulang. Sepertinya pihak-pihak yang mempunyai peran dan tanggungjawab agar kehidupan beragama bisa berjalan rukun dan damai masih belum cukup berbuat dan berusaha.
Negara harus menegaskan dan mempunyai batasan melalui perundangan tentang agama-agama mana saja yang diakui dan dapat hidup di Indonesia dan bagaimana penganut agama bisa melaksanakan apa yang benar-benar diperintahkan agamanya Pemuka agama harus dapat berpegang teguh pada sumber-sumber asli kemurnian agama dalam melaksanakan perannya terutama di dalam kehidupan bermasyarakat atau dalam berdakwah agar masyarakat dapat memiliki keteguhan atas apa yang diyakininya dan tidak mudah goyah dan terpengaruh bentuk-bentuk yang mungkin saja sudah keluar dari keaslian dan kemurnian agama sumbernya. Dengan pembatasan dan ketegasan tentang agama-agama mana saja yang diakui dan dapat hidup di Indonesia dan penganut agama dipastikan bisa melaksanakan apa yang benar-benar diperintahkan agamanya lalu pemuka agama juga menjalankan perannya dengan baik seperti yang dimaksud tadi, tentunya masyarakat tak perlu resah atau bahkan bertindak anarkis jika ada kejadian seperti di atas itu, cukup negara dan perangkat hukumnya bekerja sama dengan pemuka agama mengajak kembali mereka ke dalam agama yang benar.
Departemen Agama kiranya memerlukan sebuah unit kerja yang khusus menangani jika hal seperti ini terjadi, terkait mekanisme penyadaran kembali, pembinaan dan mengajak kembali kaum yang mungkin tersesat tersebut. Negara dengan perangkat hukumnya yang didasari perundangan maupun peraturan terkait SARA yang tegas akan punyai landasan kuat dalam hal mengambil tindakan. Namun yang terjadi sekarang seperti kegalauan dan kebimbangan dalam menanggapi kejadian-kejadian seperti yang dimaksud di atas. Sangat diperlukan ketegasan dan peraturan yang memayungi, jika tidak maka bukan kerukunan beragama yang terjadi namun kekhawatiran potensi konflik antar umat bergama terus menghantui.
Bila ada kaum yang telah keluar dari sumber asli dan kemurnian agamanya tidaklah tepat untuk diminta bertoleransi di dalam kehidupan bergama maupun bermasyarakat, tidaklah tepat juga untuk meminta masyarakat di luar kaum itu agar toleran dan diminta untuk menerima mereka. Tapi justru harus diupayakan untuk dibina dan diajak kembali ke asalnya sesuai agama maupun kepercayaan yang telah diakui oleh negara melalui perundangan maupun peraturan.
Inilah yang dimaksud bahwa tidak cukup hanya soal bagaimana menciptakan kerukunan dalam kehidupan antar umat bergama tapi juga ada tugas penting dan berat ditengah arus modernisasi sekarang ini bagi negara dan pemuka agama kepada masyarakat, yaitu memperkokoh, meneguhkan keimanan dan keyakinan masyarakat terhadap agamanya atas dasar sumbernya yang asli dan murni sehingga tidak terpengaruh oleh hal-hal di luarnya yang mungkin sudah keluar dari keaslian dan kemurnian agamannya. Jika kita justru membiarkan mereka tersesat atau memberi toleransi bahkan mengajak masyarakat juga bertoleransi pada mereka maka tanpa disadari kita telah membuka keran tumbuh suburnya aliran-aliran baru yang bisa jadi justru jauh diluar apa yang diajarakan oleh agama itu sendiri.
Adalah suatu kenyataan bahwa dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam walau bukan sebuah negara Islam, Syariat Islam di Indonesia menjadi penting . Sebagai umat beragama, rakyat Indonesia yang sebagian besar muslim itu banyak mengharapkan Syariat Islam berperan dalam kehidupannya. Eksisnya Syariat Islam dan kebutuhan akan Syariat Islam dalam kehidupan pribadi seorang muslim yang mana juga ingin terekspresikan dalam kehidupan bermasyarakat menjadi kenyatan yang tumbuh pesat dengan sendirinya.
Negara Indonesia bukanlah negara Islam tapi negara tidaklah dapat menolak eksisnya Syariat Islam karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Beberapa daerah telah menerapkan Syariat Islam lewat peraturan daerah/perda Pada dasarnya semua agama juga yang ada di Indonesia adalah baik, tidaklah perlu khawatir akan Syariat Islam bagi siapa pun dan tidak perlu menempatkannya pada hirarki tertinggi perundangan, cukup masukan dalam perda, terapkan saja pada daerah-daerah berpenduduk mayoritas muslim, non muslim tidak perlu khawatir karana ini mengikat kaum muslim dan apa yang dianut (agama) non muslim juga diakui oleh semua pihak di dalam negeri ini sebagai sumber kebaikan dan pedoman dalam berprilaku dan berkehidupan maupun bermasyarakat. Tentunya akhirnya kerukunan dan kedamaian, karena masing-masing saling meghargai dan menjalankan perintah agamanya yang tentunya dengan benar! Negara atau siapapun tak perlu menolak ataupun takut akannya, negara tak kan bisa dan tak perlu halangi suatu hal yang baik apalagi itu merupakan bagian dari agama yang dianut mayoritas penduduknya, biarkanlah dan dukunglah dengan peraturan agar Syariat Islam itu terus tumbuh dan diterapkan walau secara perlahan sesuai urgensinya, dia adalah bagian dari agama dan karena sangat pribadi sifat dan perannya di dalam diri seorang manusia maka tak diragukan lagi dia adalah salah satu ‘sarana awal’ pembentuk kepribadian dan akhlak manusia yang baik dan akan menyebarlah kebaikan itu ke dalam semua bentuk-bentuk kehidupan di dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.
Langganan:
Postingan (Atom)