Senin, 12 Juli 2010

Sampai Kapan Akan Seperti Ini?

(Tulisan Saya ini dimuat di Detik.com tanggal 22 April 2010)

Sistem pemerintahan dan sistem perpajakan telah menzholimi rakyat. Karena, peraturan penyelenggaraan negara kurang mengontrol perilaku aparat negara dan dari eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang harusnya kita dapat transfer teknologi/ilmu dari pihak asing agar mandiri justru yang terjadi SDA tergadaikan. Tidak menjadi sumber pemasukan kas negara yang bisa diandalkan dan kita tidak pernah mandiri dalam teknologi untuk mengelola dan mengeksploitasi SDA.

Kas negara cenderung lebih banyak diambil dengan cara menciptakan beraneka bentuk pajak. Dan, tak sedikit yang memberatkan rakyat. Anggaran (sumbernya antara lain dari pajak dan utang luar negeri) lebih banyak dihabiskan untuk gaji pegawai pemerintah dan gaji penyelenggara negara.

APBN 2010 dinilai masih pro terhadap birokrasi dan kapitalis. Hal ini bisa dilihat dengan menurunnya anggaran subsidi dari Rp 166, 9 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 144,3 triliun (RAPBN 2010). Sedangkan pengeluaran didominasi oleh peningkatan gaji dari Rp 133 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 161 triliun (RAPBN 2010) dan pembayaran bunga utang yang sangat tinggi Rp 115 triliun.

Hal ini melahirkan ketimpangan yang bermuara kejurang kecemburuan sosial dan
perpecahan umat. Anehnya tetap saja dengan mudahnya dan dengan berbagai alasan pembenaran muncul pengajuan kenaikan gaji dengan format remunirasi yang luar biasa. Seperti di Departemen Keuangan dan juga untuk anggota DPR.

Juga adanya keinginan pemekaran wilayah dan tuntutan perangkat-perangkat daerah yang minta diangkat jadi PNS. Habis saja semua anggaran dipakai buat gaji PNS / aparatur pemerintahan / penyelenggara negara. Padahal kinerjanya belum tentu semua bagus. Banyak korupsi dan KKN.

Pemekaran wilayah tidak selalu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak selalu menjadikan membaiknya pelayanan publik. Kecuali membaiknya kesejahteraan aparatur pemerintahannya. Pemekaran wilayah didengungkan lebih terkesan bertujuan membagi-bagi jatah pengelolaan wilayah bagi kepentingan golongan tertentu daripada mensejahterakan rakyat.

Harus dibuat lebih keras dalam memantau rekening penyelenggara negara, aparat pemerintahan, dan keluarganya. Prof Dr Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi pernah mengusulkan agar para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu terutama yang menyangkut hukum atau keuangan agar melaporkan kekayaannya. Lalu, kalau ternyata melebihi batas tertentu diberi waktu dua bulan untuk menjelaskan dari mana sumber kekayaannya itu.

Kalau tidak bisa maka berarti kekayaannya adalah hasil korupsi. Sehingga, pantas dihukum seberat-beratnya. Bahkan, bila diperlukan dengan hukuman mati. Sebaiknya tidak hanya para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu saja tapi juga pegawai dan pejabat BUMN, walikota dan wakilnya, bupati dan wakilnya, dan anggota, ketua dan wakil ketua DPR di pusat dan daerah.

Untuk SDA kita harus bisa mulai tegas bersikap mem-barter eksploitasi SDA (untuk jangka waktu tertentu) dengan transfer teknologi/ ilmu dari pihak asing. Agar kita tidak terus bergantung pada asing dan dapat mandiri mengelola dan mengeksploitasi SDA dan SDA bisa menjadi penyumbang terbesar bagi kas negara.

Kita juga punya sekolah-sekolah/ universitas bidang teknologi yang terkenal dan melahirkan ahli-ahli teknologi tak sedikit yang karena kecerdasannya mendapat beasiswa. Mereka kan bisa menjadi penerima transfer teknologi dari pihak asing dan nantinya kita tak perlu lagi pihak asing.

Kenapa ini tidak pernah jadi program jangka panjang nasional kita? Kalau kita tidak segera sadar dan memperbaiki semua ini, maka cepat atau lambat akan terjadi gejolak maupun perpecahan umat dan bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar