Cermati Pajak Reklame Dinding Kota Cimahi
(Tulisan Saya ini dimuat di harian Pikiran Rakyat tanggal 20 Juli 2010)
Membaca berita harian Pikiran Rakyat Senin 26 Juli 2010, saya sebagai warga Cimahi sangat terkejut dengan adanya rencana pengenaan Pajak Reklame Dinding di kota Cimahi.
Pengertian yang tertulis diberita bahwa reklame dinding adalah alat peraga yang menggunakan dinding rumah atau toko sebagai ajang promosi produk. Walau dalam Perda No.6/2003 istilah reklame dinding belum ada namun telah dimasukan dalam klasifikasi untuk akan dikenakan pajak dan pemda Cimahi melalui Satpol PP –nya telah melakukan pendataan reklame dinding.
Keterkejutan saya adalah tidak adanya pertimbangan kondisi kekinian dalam rencana pajak reklame dinding ini. Saat ini masyarakat sangat terbebani dengan naiknya harga-harga terutama bahan pokok dan juga tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran di kota Cimahi. Tentunya tidak sedikit warga Cimahi yang membuka usaha dengan modal pas-pasan atau usaha kecil-kecilan, juga menggunakan sarana dinding rumahnya sebagai promosi produk usaha atau jualannya.
Harus dibedakan dan didata masyarakat yang membuka usaha dengan modal kecil atau dari golongan ekonomi pas-pasan, atau mereka korban PHK yang mencoba membuka usaha kecil-kecilan dan mereka yang memang pengusaha bermodal besar. Selayaknya pengenaan pajak reklame dinding tidak untuk rakyat yang berkondisi ekonomi lemah. Pasalnya, beban hidup mereka sudah berat akibat harga-harga naik, ditambah lagi dengan dikenakan pajak yang tidak adil terhadap spanduk yang mempromosikan barang yang dijual, yang kebetulan diletakkan di dinding rumahnya.
Sepertinya uji potensi pajak kota Cimahi tidak berjalan dengan bijak jika pajak reklame yang merupakan salah satu sumber PAD maupun pajak daerah kemudian diaplikasikan begitu saja. Sementara kriteria reklame dindingnya saja belum ada di perda. Jangan sampai kehilangan akal mencari potensi pajak, tetapi tetap harus mempertimbangkan dan meneliti kondisi perekonomian rakyat juga.
Sebagai warga Cimahi, saya berharap tidak dibebani dengan hal-hal yang seperti ini. Saya yakin warga Cimahi setuju dengan usaha-usaha mencari potensi pajak di kotanya tapi tidak akan setuju jika pengenaan pajak terhadap masyarakat / publik tanpa pengkajian yang mendalam ataupun pengkajian akademik terlebih dahulu.
Masyarakat harus diinformasikan dan dijelaskan maksud dan latar belakangnya sebelum setiap kebijakan publik dilaksanakan. Silahkan Satpol PP dijadikan alat untuk mendata hal-hal menyangkut pelaksanaan kebijakan publik. Namun jika pendataan untuk pelaksanaan kebijakan publik yang terkait pengenaan pajak, perlu sekali pendataan tambahan terhadap latar belakang kondisi ekonomi masyarakat, tidak boleh mendata begitu saja. Jika memang Satpol PP yang ditugaskan, berarti Satpol PP memerlukan tambahan kompetensi kemampuan ilmu hubungan masyarakat yang lebih luwes dalam tugas-tugas seperti ini.
Saya juga berharap seluruh masyarakat dan juga parlemen Kota Cimahi agar peduli dan kritis terhadap rencana pengenaan Pajak Reklame Dinding ini. Peduli dan juga mendorong terhadap terlaksananya penerapan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di kota Cimahi, agar masyarakat mengetahui pungutan-pungutan dan pajak serta penggunaan anggaran yang memang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.
Sudah tidak zamannya lagi masyarakat tidak kritis terhadap kinerja pemerintah dan parlemen. Kekuasaan itu ditangan rakyat, rakyat telah begitu besar mewakilkan dan mendelegasikan kekeuasaannya kepada parlemen dan pimpinan daerah. Dengan demikian jangan sampai amanah itu tidak untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Tentang Segala Hal Yang Bisa Menjadikan Media Informasi Sebagai Kekuatan Untuk Memobilisasi Dan Mengubah Opini Dan Cara Berpikir.
Kamis, 29 Juli 2010
Senin, 12 Juli 2010
Jangan Persenjatai Satpol PP !
(Tulisan Saya ini dimuat diharian Pikiran Rakyat tanggal 9 Juli 2010)
Membaca berita soal satpol akan dilengkapi senjata api, sungguh mengejutkan saya sebagai warga masyarakat.
Sangat aneh, walau Mendagri mengatakan Pemberian izin penggunaan senjata api ini sesuai Peraturan Mendagri No 26 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Senjata Api bagi Satpol PP. Senjata api yang boleh digunakan antara lain senjata gas air mata, pistol/revolver/ senapan yang dapat ditembakkan dengan peluru gas atau peluru hampa, dan stick (pentungan), senjata kejut listrik berbentuk pentungan. Kepemilikan senjata api ini bisa dimiliki hingga tingkat kepala regu.Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan pistol bagi Satpol PP berisi peluru kosong. Izin kepemilikannya pun ketat dan mesti melalui tes oleh kepolisian
Bagi orang awam dan juga bagi pedagang kaki lima / PKL hal ini sangat sulit untuk dipastikan tidak terjadi penyalah gunaan atas pemakaian senjata tersebut oleh satpol. Satpol tugasnya memang mengawal tegaknya peraturan daerah tapi jika dipersenjatai seperti ini, dan melihat kehidupan perkenomian sedang sulit-sulitnya dimana harga-harga naik saya pikir persenjataan ini adalah pemborosan anggaran dan berbahaya diterapkan di lapangan, walau seketat apapun peraturan penggunaan senjata pada satpol ini, PKL dan orang awam tentu akan sangat khawatir akan munculnya bentuk baru arogansi aparat pemerintah daerah.
Para wakil rakyat, Pemda dan aparaturnya hidup dari anggaran yang diperoleh dari PAD, pajak, bahkan sebagaian dari hutang luar negeri, sedangkan PKL hidup dari keringat mendorong lapak & berjualan dibawah ancaman berbagai cuaca. Saat ini kita semua sedang sulit banyak orang kewalahan dengan kondisi perekonomian sejak TDL naik, kenapa ditambah dengan hal seperti ini yang justru bisa menumbulkan kekhawatiran bahkan mungkin kekekerasan di kehidupan masyarakat. Mungkinkah terjadi pemungutan retribusi ilegal dengan ancaman sejata?. Disatu sisi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik seperti enggan diterapkan oleh pemerintah padahal undang-undang ini bisa membuat rakyat tahu secara jelas semua bentuk pungutan apakah sudah benar mengalir untuk kesejahteraan rakyat?
Sebagai rakyat yang mana mewakili kekuasaannya pada parlemen, saya meminta dengan sangat peraturan mendagri yang mengatur kepemilikan senjata api oleh satpol ini dihapuskan saja, saya juga berharap rakyat yang sudah banyak menanggung beban hidup / sulitnya ekonomi sekarang ini, agar lebih kritis pada pemerintah. Rakyat harus ingat saat rela berkorban berpanas-panasan di bawah terik matahari dan hujan, mau turun ke jalan berkampanye untuk para wakilnya bahkan dengan diberi sedikit uang saku, dan bahkan rakyat rela berdemo jika wakilnya tidak terpilih, tapi giliran para waklinya terpilih dan membuat kebijakan publik yang tidak pro-rakyat, kemudian rakyat diam saja ! Begitu besar kekuasaan rakyat telah didelegasikan pada para wakilnya janganlah justru amanah itu tidak untuk kebaikan / kesejahteraan rakyat
Semoga tulisan saya ini bisa memberikan pemahaman bagi kita semua untuk tidak membuat hal-hal pelik ditengah kepelikan.
Membaca berita soal satpol akan dilengkapi senjata api, sungguh mengejutkan saya sebagai warga masyarakat.
Sangat aneh, walau Mendagri mengatakan Pemberian izin penggunaan senjata api ini sesuai Peraturan Mendagri No 26 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Senjata Api bagi Satpol PP. Senjata api yang boleh digunakan antara lain senjata gas air mata, pistol/revolver/ senapan yang dapat ditembakkan dengan peluru gas atau peluru hampa, dan stick (pentungan), senjata kejut listrik berbentuk pentungan. Kepemilikan senjata api ini bisa dimiliki hingga tingkat kepala regu.Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan pistol bagi Satpol PP berisi peluru kosong. Izin kepemilikannya pun ketat dan mesti melalui tes oleh kepolisian
Bagi orang awam dan juga bagi pedagang kaki lima / PKL hal ini sangat sulit untuk dipastikan tidak terjadi penyalah gunaan atas pemakaian senjata tersebut oleh satpol. Satpol tugasnya memang mengawal tegaknya peraturan daerah tapi jika dipersenjatai seperti ini, dan melihat kehidupan perkenomian sedang sulit-sulitnya dimana harga-harga naik saya pikir persenjataan ini adalah pemborosan anggaran dan berbahaya diterapkan di lapangan, walau seketat apapun peraturan penggunaan senjata pada satpol ini, PKL dan orang awam tentu akan sangat khawatir akan munculnya bentuk baru arogansi aparat pemerintah daerah.
Para wakil rakyat, Pemda dan aparaturnya hidup dari anggaran yang diperoleh dari PAD, pajak, bahkan sebagaian dari hutang luar negeri, sedangkan PKL hidup dari keringat mendorong lapak & berjualan dibawah ancaman berbagai cuaca. Saat ini kita semua sedang sulit banyak orang kewalahan dengan kondisi perekonomian sejak TDL naik, kenapa ditambah dengan hal seperti ini yang justru bisa menumbulkan kekhawatiran bahkan mungkin kekekerasan di kehidupan masyarakat. Mungkinkah terjadi pemungutan retribusi ilegal dengan ancaman sejata?. Disatu sisi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik seperti enggan diterapkan oleh pemerintah padahal undang-undang ini bisa membuat rakyat tahu secara jelas semua bentuk pungutan apakah sudah benar mengalir untuk kesejahteraan rakyat?
Sebagai rakyat yang mana mewakili kekuasaannya pada parlemen, saya meminta dengan sangat peraturan mendagri yang mengatur kepemilikan senjata api oleh satpol ini dihapuskan saja, saya juga berharap rakyat yang sudah banyak menanggung beban hidup / sulitnya ekonomi sekarang ini, agar lebih kritis pada pemerintah. Rakyat harus ingat saat rela berkorban berpanas-panasan di bawah terik matahari dan hujan, mau turun ke jalan berkampanye untuk para wakilnya bahkan dengan diberi sedikit uang saku, dan bahkan rakyat rela berdemo jika wakilnya tidak terpilih, tapi giliran para waklinya terpilih dan membuat kebijakan publik yang tidak pro-rakyat, kemudian rakyat diam saja ! Begitu besar kekuasaan rakyat telah didelegasikan pada para wakilnya janganlah justru amanah itu tidak untuk kebaikan / kesejahteraan rakyat
Semoga tulisan saya ini bisa memberikan pemahaman bagi kita semua untuk tidak membuat hal-hal pelik ditengah kepelikan.
Korupsi Dan Kejujuran Dalam Sensus Penduduk Tahun 2010
(Tulisan Saya ini dimuat diharian Pikiran Rakyat tanggal 4 Mei 2010)
Menyambut Sensus Penduduk tahun 2010 yang akan dilaksanakan mulai 1 Mei 2010, Biro Pusat Statistik melalui Petugas Pencacah Lapangan akan mulai melakukan Penelusuran Wilayah di daerah, selayaknya menjadi perhatian dan dimonitor masyarakat dan rakyat benar-benar mendapatkan info dari pelaksanaan kegiatan ini.
Dalam proses ini masyarakat harus jangan segan-segan memberikan informasi kependudukan yang sesungguhnya. Kalau memang punya pekerjaan katakan sejujurnya, kalau pengangguran, tidak punya pekerjaan tetap, korban PHK, seorang sarjana tapi tidak bekerja, pedagang keliling, tinggal di rumah kontrakan / numpang di rumah keluarga, dll, katakan apa adanya, Jangan status pekerjaan tukang baso tapi menginfokan / minta ditulis status pekerjaan “swasta”, Hati-hati ini istilah umum yang bisa membuat kita dianggap bekerja sebagai “pegawai swasta”. Begitu juga sebaliknya yang punya jabatan tinggi dan punya aset banyak, dll, katakan sejujurnya. Ini penting bagi akurasi data kependudukan terkait kondisi ekonomi penduduk yang sesungguhnya dan hasil data-data ini pun sungguh sangat berguna bagi kita semua dalam pelaksanaan kegiatan bernegara. Data-data ini jangan sampai dimanipulasi oleh siapapun.
Akuratnya data kependudukan termasuk dalam hal data kondisi perekonomian penduduk akan wajib hukumnya menjadi dasar nantinya dalam setiap proses pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang terkait kepentingan publik / masyarakat banyak di wilayahnya, antara lain misalnya untuk kebijakan soal pajak. Tidak hanya dimiliki pemerintahan saja, perlu kiranya data-data hasil sensus penduduk tadi dimiliki juga oleh para wakil-wakil rakyat kita sebagai pedoman dalam tugasnya yang mengemban suara dan aspirasi rakyat, walau pada akhirnya rakyat juga akan mendapatkan publikasi atas hasil sensus penduduk ini.
Dalam APBN 2010 pengeluaran didominasi oleh peningkatan gaji dari Rp 133 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 161 triliun (RAPBN 2010) dan pembayaran bunga utang yang sangat tinggi Rp 115 triliun (sumber: Pikiran Rakyat , selasa 13 April 2010). Walau demikian tetap saja dengan alasan-alasan yang dibenarkan muncul pengajuan kenaikan gaji dengan format yang fantastis, di pemerintahan dan juga parlemen.. Aneh saat penyelenggara Negara / pemerintahan disorot banyak korupsi tapi program naik gaji (PNS) tetap saja. Juga keinginan-keinginan pemekaran wilayah dan tuntutan perangkat-perangkat daerah yang minta diangkat jadi PNS. Habis saja semua anggaran dipakai buat gaji PNS / aparatur pemerintahan / penyelenggara negara, padahal kinerjanya belum tentu semua bagus tak sedikit potensi korupsi / KKN terjadi. Apa sebenarnya ukuran baku perlu -nya pemekaran wilayah? Pemekaran wilayah tidak selalu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak selalu menjadikan membaiknya pelayanan publik. Jangan sampai pemekaran wilayah didengungkan lebih terkesan bertujuan membagi-bagi jatah pengelolaan wilayah bagi kepentingan golongan tertentu daripada mensejahterakan rakyat.
Karena anggaran tadi pengeluarannya masih didominasi untuk gaji penyelenggara Negara dan elemenya, maka kita haruslah sangat berharap semoga hasil sensus penduduk 2010 memberikan gambaran sesungguhnya tentang keadaan penduduk disuatu wilayah dan jika nantinya terpaparkan fakta keadaan di mana lebih banyak rakyat dalam keadaan kesulitan ekonomi, pengangguran atau berpenghasilan pas-pasan di suatu daerah dan dari padanya maka tidak selalu dapat dijadikan sebagai sebuah potensi pajak maupun sebagai potensi pendapatan asli daerah, maka wajar juga perlu mengedapankan untuk pengenaan pajak yang tinggi terhadap: pejabat pemerintahan, penyelenggara Negara, anggota parlemen dan orang atau pengusaha kaya. Jangan kreatif menciptakan bentuk-bentuk pajak yang hanya malah bisa memberatkan rakyat (ekonomi lemah dan hidup pas-pasan), terlebih kini pajak juga disorot karena kasus dikorupsi dan pajak ini harus menjadi perhatian dan dikritisi oleh masyarakat dalam hal penggunaannya, apakah sudah benar-benar untuk kesejahteraan rakyat. Serta alokasi dana-dana dari pusat yang disalurkan lewat pemerintahan daerah dalam rangka program-program untuk kesejahteraan rakyat, informasinya dan pelaksanaannya juga harus diketahui seluruh masyarakat di daerahnya.
Menyambut Sensus Penduduk tahun 2010 yang akan dilaksanakan mulai 1 Mei 2010, Biro Pusat Statistik melalui Petugas Pencacah Lapangan akan mulai melakukan Penelusuran Wilayah di daerah, selayaknya menjadi perhatian dan dimonitor masyarakat dan rakyat benar-benar mendapatkan info dari pelaksanaan kegiatan ini.
Dalam proses ini masyarakat harus jangan segan-segan memberikan informasi kependudukan yang sesungguhnya. Kalau memang punya pekerjaan katakan sejujurnya, kalau pengangguran, tidak punya pekerjaan tetap, korban PHK, seorang sarjana tapi tidak bekerja, pedagang keliling, tinggal di rumah kontrakan / numpang di rumah keluarga, dll, katakan apa adanya, Jangan status pekerjaan tukang baso tapi menginfokan / minta ditulis status pekerjaan “swasta”, Hati-hati ini istilah umum yang bisa membuat kita dianggap bekerja sebagai “pegawai swasta”. Begitu juga sebaliknya yang punya jabatan tinggi dan punya aset banyak, dll, katakan sejujurnya. Ini penting bagi akurasi data kependudukan terkait kondisi ekonomi penduduk yang sesungguhnya dan hasil data-data ini pun sungguh sangat berguna bagi kita semua dalam pelaksanaan kegiatan bernegara. Data-data ini jangan sampai dimanipulasi oleh siapapun.
Akuratnya data kependudukan termasuk dalam hal data kondisi perekonomian penduduk akan wajib hukumnya menjadi dasar nantinya dalam setiap proses pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang terkait kepentingan publik / masyarakat banyak di wilayahnya, antara lain misalnya untuk kebijakan soal pajak. Tidak hanya dimiliki pemerintahan saja, perlu kiranya data-data hasil sensus penduduk tadi dimiliki juga oleh para wakil-wakil rakyat kita sebagai pedoman dalam tugasnya yang mengemban suara dan aspirasi rakyat, walau pada akhirnya rakyat juga akan mendapatkan publikasi atas hasil sensus penduduk ini.
Dalam APBN 2010 pengeluaran didominasi oleh peningkatan gaji dari Rp 133 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 161 triliun (RAPBN 2010) dan pembayaran bunga utang yang sangat tinggi Rp 115 triliun (sumber: Pikiran Rakyat , selasa 13 April 2010). Walau demikian tetap saja dengan alasan-alasan yang dibenarkan muncul pengajuan kenaikan gaji dengan format yang fantastis, di pemerintahan dan juga parlemen.. Aneh saat penyelenggara Negara / pemerintahan disorot banyak korupsi tapi program naik gaji (PNS) tetap saja. Juga keinginan-keinginan pemekaran wilayah dan tuntutan perangkat-perangkat daerah yang minta diangkat jadi PNS. Habis saja semua anggaran dipakai buat gaji PNS / aparatur pemerintahan / penyelenggara negara, padahal kinerjanya belum tentu semua bagus tak sedikit potensi korupsi / KKN terjadi. Apa sebenarnya ukuran baku perlu -nya pemekaran wilayah? Pemekaran wilayah tidak selalu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak selalu menjadikan membaiknya pelayanan publik. Jangan sampai pemekaran wilayah didengungkan lebih terkesan bertujuan membagi-bagi jatah pengelolaan wilayah bagi kepentingan golongan tertentu daripada mensejahterakan rakyat.
Karena anggaran tadi pengeluarannya masih didominasi untuk gaji penyelenggara Negara dan elemenya, maka kita haruslah sangat berharap semoga hasil sensus penduduk 2010 memberikan gambaran sesungguhnya tentang keadaan penduduk disuatu wilayah dan jika nantinya terpaparkan fakta keadaan di mana lebih banyak rakyat dalam keadaan kesulitan ekonomi, pengangguran atau berpenghasilan pas-pasan di suatu daerah dan dari padanya maka tidak selalu dapat dijadikan sebagai sebuah potensi pajak maupun sebagai potensi pendapatan asli daerah, maka wajar juga perlu mengedapankan untuk pengenaan pajak yang tinggi terhadap: pejabat pemerintahan, penyelenggara Negara, anggota parlemen dan orang atau pengusaha kaya. Jangan kreatif menciptakan bentuk-bentuk pajak yang hanya malah bisa memberatkan rakyat (ekonomi lemah dan hidup pas-pasan), terlebih kini pajak juga disorot karena kasus dikorupsi dan pajak ini harus menjadi perhatian dan dikritisi oleh masyarakat dalam hal penggunaannya, apakah sudah benar-benar untuk kesejahteraan rakyat. Serta alokasi dana-dana dari pusat yang disalurkan lewat pemerintahan daerah dalam rangka program-program untuk kesejahteraan rakyat, informasinya dan pelaksanaannya juga harus diketahui seluruh masyarakat di daerahnya.
Sampai Kapan Akan Seperti Ini?
(Tulisan Saya ini dimuat di Detik.com tanggal 22 April 2010)
Sistem pemerintahan dan sistem perpajakan telah menzholimi rakyat. Karena, peraturan penyelenggaraan negara kurang mengontrol perilaku aparat negara dan dari eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang harusnya kita dapat transfer teknologi/ilmu dari pihak asing agar mandiri justru yang terjadi SDA tergadaikan. Tidak menjadi sumber pemasukan kas negara yang bisa diandalkan dan kita tidak pernah mandiri dalam teknologi untuk mengelola dan mengeksploitasi SDA.
Kas negara cenderung lebih banyak diambil dengan cara menciptakan beraneka bentuk pajak. Dan, tak sedikit yang memberatkan rakyat. Anggaran (sumbernya antara lain dari pajak dan utang luar negeri) lebih banyak dihabiskan untuk gaji pegawai pemerintah dan gaji penyelenggara negara.
APBN 2010 dinilai masih pro terhadap birokrasi dan kapitalis. Hal ini bisa dilihat dengan menurunnya anggaran subsidi dari Rp 166, 9 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 144,3 triliun (RAPBN 2010). Sedangkan pengeluaran didominasi oleh peningkatan gaji dari Rp 133 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 161 triliun (RAPBN 2010) dan pembayaran bunga utang yang sangat tinggi Rp 115 triliun.
Hal ini melahirkan ketimpangan yang bermuara kejurang kecemburuan sosial dan
perpecahan umat. Anehnya tetap saja dengan mudahnya dan dengan berbagai alasan pembenaran muncul pengajuan kenaikan gaji dengan format remunirasi yang luar biasa. Seperti di Departemen Keuangan dan juga untuk anggota DPR.
Juga adanya keinginan pemekaran wilayah dan tuntutan perangkat-perangkat daerah yang minta diangkat jadi PNS. Habis saja semua anggaran dipakai buat gaji PNS / aparatur pemerintahan / penyelenggara negara. Padahal kinerjanya belum tentu semua bagus. Banyak korupsi dan KKN.
Pemekaran wilayah tidak selalu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak selalu menjadikan membaiknya pelayanan publik. Kecuali membaiknya kesejahteraan aparatur pemerintahannya. Pemekaran wilayah didengungkan lebih terkesan bertujuan membagi-bagi jatah pengelolaan wilayah bagi kepentingan golongan tertentu daripada mensejahterakan rakyat.
Harus dibuat lebih keras dalam memantau rekening penyelenggara negara, aparat pemerintahan, dan keluarganya. Prof Dr Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi pernah mengusulkan agar para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu terutama yang menyangkut hukum atau keuangan agar melaporkan kekayaannya. Lalu, kalau ternyata melebihi batas tertentu diberi waktu dua bulan untuk menjelaskan dari mana sumber kekayaannya itu.
Kalau tidak bisa maka berarti kekayaannya adalah hasil korupsi. Sehingga, pantas dihukum seberat-beratnya. Bahkan, bila diperlukan dengan hukuman mati. Sebaiknya tidak hanya para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu saja tapi juga pegawai dan pejabat BUMN, walikota dan wakilnya, bupati dan wakilnya, dan anggota, ketua dan wakil ketua DPR di pusat dan daerah.
Untuk SDA kita harus bisa mulai tegas bersikap mem-barter eksploitasi SDA (untuk jangka waktu tertentu) dengan transfer teknologi/ ilmu dari pihak asing. Agar kita tidak terus bergantung pada asing dan dapat mandiri mengelola dan mengeksploitasi SDA dan SDA bisa menjadi penyumbang terbesar bagi kas negara.
Kita juga punya sekolah-sekolah/ universitas bidang teknologi yang terkenal dan melahirkan ahli-ahli teknologi tak sedikit yang karena kecerdasannya mendapat beasiswa. Mereka kan bisa menjadi penerima transfer teknologi dari pihak asing dan nantinya kita tak perlu lagi pihak asing.
Kenapa ini tidak pernah jadi program jangka panjang nasional kita? Kalau kita tidak segera sadar dan memperbaiki semua ini, maka cepat atau lambat akan terjadi gejolak maupun perpecahan umat dan bangsa ini.
Sistem pemerintahan dan sistem perpajakan telah menzholimi rakyat. Karena, peraturan penyelenggaraan negara kurang mengontrol perilaku aparat negara dan dari eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang harusnya kita dapat transfer teknologi/ilmu dari pihak asing agar mandiri justru yang terjadi SDA tergadaikan. Tidak menjadi sumber pemasukan kas negara yang bisa diandalkan dan kita tidak pernah mandiri dalam teknologi untuk mengelola dan mengeksploitasi SDA.
Kas negara cenderung lebih banyak diambil dengan cara menciptakan beraneka bentuk pajak. Dan, tak sedikit yang memberatkan rakyat. Anggaran (sumbernya antara lain dari pajak dan utang luar negeri) lebih banyak dihabiskan untuk gaji pegawai pemerintah dan gaji penyelenggara negara.
APBN 2010 dinilai masih pro terhadap birokrasi dan kapitalis. Hal ini bisa dilihat dengan menurunnya anggaran subsidi dari Rp 166, 9 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 144,3 triliun (RAPBN 2010). Sedangkan pengeluaran didominasi oleh peningkatan gaji dari Rp 133 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 161 triliun (RAPBN 2010) dan pembayaran bunga utang yang sangat tinggi Rp 115 triliun.
Hal ini melahirkan ketimpangan yang bermuara kejurang kecemburuan sosial dan
perpecahan umat. Anehnya tetap saja dengan mudahnya dan dengan berbagai alasan pembenaran muncul pengajuan kenaikan gaji dengan format remunirasi yang luar biasa. Seperti di Departemen Keuangan dan juga untuk anggota DPR.
Juga adanya keinginan pemekaran wilayah dan tuntutan perangkat-perangkat daerah yang minta diangkat jadi PNS. Habis saja semua anggaran dipakai buat gaji PNS / aparatur pemerintahan / penyelenggara negara. Padahal kinerjanya belum tentu semua bagus. Banyak korupsi dan KKN.
Pemekaran wilayah tidak selalu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak selalu menjadikan membaiknya pelayanan publik. Kecuali membaiknya kesejahteraan aparatur pemerintahannya. Pemekaran wilayah didengungkan lebih terkesan bertujuan membagi-bagi jatah pengelolaan wilayah bagi kepentingan golongan tertentu daripada mensejahterakan rakyat.
Harus dibuat lebih keras dalam memantau rekening penyelenggara negara, aparat pemerintahan, dan keluarganya. Prof Dr Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi pernah mengusulkan agar para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu terutama yang menyangkut hukum atau keuangan agar melaporkan kekayaannya. Lalu, kalau ternyata melebihi batas tertentu diberi waktu dua bulan untuk menjelaskan dari mana sumber kekayaannya itu.
Kalau tidak bisa maka berarti kekayaannya adalah hasil korupsi. Sehingga, pantas dihukum seberat-beratnya. Bahkan, bila diperlukan dengan hukuman mati. Sebaiknya tidak hanya para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu saja tapi juga pegawai dan pejabat BUMN, walikota dan wakilnya, bupati dan wakilnya, dan anggota, ketua dan wakil ketua DPR di pusat dan daerah.
Untuk SDA kita harus bisa mulai tegas bersikap mem-barter eksploitasi SDA (untuk jangka waktu tertentu) dengan transfer teknologi/ ilmu dari pihak asing. Agar kita tidak terus bergantung pada asing dan dapat mandiri mengelola dan mengeksploitasi SDA dan SDA bisa menjadi penyumbang terbesar bagi kas negara.
Kita juga punya sekolah-sekolah/ universitas bidang teknologi yang terkenal dan melahirkan ahli-ahli teknologi tak sedikit yang karena kecerdasannya mendapat beasiswa. Mereka kan bisa menjadi penerima transfer teknologi dari pihak asing dan nantinya kita tak perlu lagi pihak asing.
Kenapa ini tidak pernah jadi program jangka panjang nasional kita? Kalau kita tidak segera sadar dan memperbaiki semua ini, maka cepat atau lambat akan terjadi gejolak maupun perpecahan umat dan bangsa ini.
Cermati Raperda Minuman Beralkohol
(Tulisan Saya ini dimuat diharian Pikiran Rakyat tanggal 28 Februari 2010)
Mengutip respons Wali Kota Bandung di media massa soal Raperda Minuman beralkohol, sepertinya para ulama dan masyarakat perlu mencermati dan berhati-hati, sebagaimana kutipannya, ”Makna dari pengendalian minuman beralkohol adalah dilakukannya upaya-upaya dalam rangka mengatur dan mencegah transaksi jual beli atau serah terima minuman beralkohol yang bukan pada tempatnya dan atau melibatkan orang yang belum dewasa.”
Padahal, sudah jelas minuman ini diharamkan. Namun, hal di atas jelas memberikan tempat bagi eksisnya minuman beralkohol dan memberikan patokan umur bagi seseorang untuk dapat menikmatinya. Ini artinya, tarian bugil (yang juga haram) yang beberapa waktu lalu heboh di Kota Bandung juga bisa diatur sama nantinya.
Kutipan selanjutnya: ”Penjualan langsung minuman beralkohol golongan A, B, dan C serta untuk tujuan kesehatan, hanya diizinkan dijual secara umum untuk diminum langsung di tempat usaha (seperti hotel berbintang, kelab-kelab)….”
Setahu kami, minuman beralkohol yang diperjualbelikan di tempat-tempat umum apalagi di hotel-hotel ataupun kelab-kelab jelas tidak pernah untuk tujuan kesehatan dan tidak ada kontrol seberapa banyak orang boleh meminumnya. Eksesnya memabukkan, dan terpikirkankah oleh Anda, jika tubuh sudah terpengaruh alkohol, lalu kecenderungan/bahaya apa yang akan dilakukan para peminum alkohol setelah keluar dari hotel atau kelab-kelab itu?
Kutipan selanjutnya: ”Tujuan disusunnya peraturan daerah ini untuk membatasi perdagangan minuman beralkohol dan memudahkan koordinasi antarinstansi terkait terhadap pelanggaran perdagangan dan atau pengadaaan minuman beralkohol, serta menjamin kepastian hukum atas tarif retribusi.” Ini yang selalu menarik untuk dicermati. Tetap saja ada ide kreatif yang muncul untuk pemasukan retribusi daerah, walaupun barang haram yang jadi sumbernya.
Jelas, harus ditolak raperda yang model begini. Ini sama saja liberalisme alkohol terselubung. Jelas, ini bukan untuk tujuan kemajuan pariwisata dan kesehatan masyarakat Kota Bandung!
Mengutip respons Wali Kota Bandung di media massa soal Raperda Minuman beralkohol, sepertinya para ulama dan masyarakat perlu mencermati dan berhati-hati, sebagaimana kutipannya, ”Makna dari pengendalian minuman beralkohol adalah dilakukannya upaya-upaya dalam rangka mengatur dan mencegah transaksi jual beli atau serah terima minuman beralkohol yang bukan pada tempatnya dan atau melibatkan orang yang belum dewasa.”
Padahal, sudah jelas minuman ini diharamkan. Namun, hal di atas jelas memberikan tempat bagi eksisnya minuman beralkohol dan memberikan patokan umur bagi seseorang untuk dapat menikmatinya. Ini artinya, tarian bugil (yang juga haram) yang beberapa waktu lalu heboh di Kota Bandung juga bisa diatur sama nantinya.
Kutipan selanjutnya: ”Penjualan langsung minuman beralkohol golongan A, B, dan C serta untuk tujuan kesehatan, hanya diizinkan dijual secara umum untuk diminum langsung di tempat usaha (seperti hotel berbintang, kelab-kelab)….”
Setahu kami, minuman beralkohol yang diperjualbelikan di tempat-tempat umum apalagi di hotel-hotel ataupun kelab-kelab jelas tidak pernah untuk tujuan kesehatan dan tidak ada kontrol seberapa banyak orang boleh meminumnya. Eksesnya memabukkan, dan terpikirkankah oleh Anda, jika tubuh sudah terpengaruh alkohol, lalu kecenderungan/bahaya apa yang akan dilakukan para peminum alkohol setelah keluar dari hotel atau kelab-kelab itu?
Kutipan selanjutnya: ”Tujuan disusunnya peraturan daerah ini untuk membatasi perdagangan minuman beralkohol dan memudahkan koordinasi antarinstansi terkait terhadap pelanggaran perdagangan dan atau pengadaaan minuman beralkohol, serta menjamin kepastian hukum atas tarif retribusi.” Ini yang selalu menarik untuk dicermati. Tetap saja ada ide kreatif yang muncul untuk pemasukan retribusi daerah, walaupun barang haram yang jadi sumbernya.
Jelas, harus ditolak raperda yang model begini. Ini sama saja liberalisme alkohol terselubung. Jelas, ini bukan untuk tujuan kemajuan pariwisata dan kesehatan masyarakat Kota Bandung!
Cermati Uji Potensi Pajak Daerah Kota CImahi
(Tulisan Saya ini telah pernah dimuat di harian Pikiran Rakyat, tapi saya lupa tanggal-nya)
Sehubungan akan dilakukannya Uji Potensi Pajak Daerah, Dinas Pendapatan Daerah Kota Cimahi melalui pembentukan sebuah tim khusus, kiranya masyarakat dan elemen masyarakat (Cimahi khususnya) harus mencermati dan mengawasi rencana ini.
Adalah harus dipahami program Uji Potensi Pajak Daerah merupakan bagian dari proses pembentukan kebijakan pemerintah daerah yang akan menyangkut kepentingan publik / masyarakat sebagaimana juga rancangan peraturan daerah kota Cimahi tentang pelayanan publik, artinya masyarakat harus kritis dalam mencermatinya dan berpartisipasi, serta harus transparan dalam proses pembentukan dan pelaksanaan kebijakan ini agar jangan kontrol penguasa lebih besar daripada kontrol masyarakat atas pembentukan suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan publik dan masyarakat benar-benar mendapatkan yang terbaik dari pelaksanaan kebijakan ini, bukan semata untuk kepentingan golongan. Atau sebuah kebijakan atau raperda itu selesai dibuat kemudian dilaksanakan tapi masyarakat tidak pernah tahu bagaimana proses pembuatannya dan apa isinya.
Pajak Daerah selain harus diterapkan dengan adil dan bijak tepat sasaran juga jangan malah memberatkan masyarakat terutama masyarakat kecil dan berekonomi lemah. Jangan sampai seorang korban PHK ataupun pemula usaha dengan modal dan hasil usahanya pas-pas-an justru didatangi pihak pemda untuk di mintakan pajak yang tidak adil / tidak sesuai dengan apa yang dihasilkannya, yang semestinya jika ada hal seperti ini pihak pemda justru mendatanginya bukan untuk pajak tapi untuk penyuluhan dan pembinaan usahanya agar lebih maju. Juga untuk masyarakat yang memiliki lahan tapi karena kondisi ekonomi lamah, tidak mampu membayar pajak (PBB). Kenapa demikian? Milihat banyaknya korban PHK di kota Cimahi ditahuin 2008 sejumlah 2000 orang dan tahun 2009 sebesar 1.084 ini adalah angka pengangguran yang tinggi belum lagi angka penduduk berkondisi ekonomi lemah. Jika mereka beralih menjadi pedagang makanan, buka warung atau membuka restoran kecil-kecilan atau usaha lain, dengan modal dan penghasilan usaha yang pas-pasan hal ini sewajarnya menjadi perhatian kita.
Jangan pula kita lupa setiap program terkait pendapatan asli daerah haruslah juga diikuti dengan semakin baiknya pelayanan publik dari pemerintah daerah. Tidak ada lagi pungutan liar dan mempersulit warga masyarakat dalam pelayanan publik. Pajak benar dan transparan penggunaannya untuk kepentingan masyarakat dan tidak dikorupsi. Tidak ada pemanfaatan pajak yang berasal dari hal-hal yang haram seperti miras, dll.
Setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, selain masyarakat ikut terlibat di dalamnya juga harus teruji di lapangan dalam pelaksanaannya. Setiap masyarakat menemukan hal yang tidak beres / tidak sesuai, tidak boleh segan mengungkap-nya. Semoga tim khusus yang dibentuk benar pro kepada rakyat dan kontrol dari wakil rakyat kota Cimahi di DPRD juga berjalan dalam hal ini karena pembelajaran politik rakyat tidak hanya saat mau pemilu atau saat mau pilkada saja.
Sehubungan akan dilakukannya Uji Potensi Pajak Daerah, Dinas Pendapatan Daerah Kota Cimahi melalui pembentukan sebuah tim khusus, kiranya masyarakat dan elemen masyarakat (Cimahi khususnya) harus mencermati dan mengawasi rencana ini.
Adalah harus dipahami program Uji Potensi Pajak Daerah merupakan bagian dari proses pembentukan kebijakan pemerintah daerah yang akan menyangkut kepentingan publik / masyarakat sebagaimana juga rancangan peraturan daerah kota Cimahi tentang pelayanan publik, artinya masyarakat harus kritis dalam mencermatinya dan berpartisipasi, serta harus transparan dalam proses pembentukan dan pelaksanaan kebijakan ini agar jangan kontrol penguasa lebih besar daripada kontrol masyarakat atas pembentukan suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan publik dan masyarakat benar-benar mendapatkan yang terbaik dari pelaksanaan kebijakan ini, bukan semata untuk kepentingan golongan. Atau sebuah kebijakan atau raperda itu selesai dibuat kemudian dilaksanakan tapi masyarakat tidak pernah tahu bagaimana proses pembuatannya dan apa isinya.
Pajak Daerah selain harus diterapkan dengan adil dan bijak tepat sasaran juga jangan malah memberatkan masyarakat terutama masyarakat kecil dan berekonomi lemah. Jangan sampai seorang korban PHK ataupun pemula usaha dengan modal dan hasil usahanya pas-pas-an justru didatangi pihak pemda untuk di mintakan pajak yang tidak adil / tidak sesuai dengan apa yang dihasilkannya, yang semestinya jika ada hal seperti ini pihak pemda justru mendatanginya bukan untuk pajak tapi untuk penyuluhan dan pembinaan usahanya agar lebih maju. Juga untuk masyarakat yang memiliki lahan tapi karena kondisi ekonomi lamah, tidak mampu membayar pajak (PBB). Kenapa demikian? Milihat banyaknya korban PHK di kota Cimahi ditahuin 2008 sejumlah 2000 orang dan tahun 2009 sebesar 1.084 ini adalah angka pengangguran yang tinggi belum lagi angka penduduk berkondisi ekonomi lemah. Jika mereka beralih menjadi pedagang makanan, buka warung atau membuka restoran kecil-kecilan atau usaha lain, dengan modal dan penghasilan usaha yang pas-pasan hal ini sewajarnya menjadi perhatian kita.
Jangan pula kita lupa setiap program terkait pendapatan asli daerah haruslah juga diikuti dengan semakin baiknya pelayanan publik dari pemerintah daerah. Tidak ada lagi pungutan liar dan mempersulit warga masyarakat dalam pelayanan publik. Pajak benar dan transparan penggunaannya untuk kepentingan masyarakat dan tidak dikorupsi. Tidak ada pemanfaatan pajak yang berasal dari hal-hal yang haram seperti miras, dll.
Setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, selain masyarakat ikut terlibat di dalamnya juga harus teruji di lapangan dalam pelaksanaannya. Setiap masyarakat menemukan hal yang tidak beres / tidak sesuai, tidak boleh segan mengungkap-nya. Semoga tim khusus yang dibentuk benar pro kepada rakyat dan kontrol dari wakil rakyat kota Cimahi di DPRD juga berjalan dalam hal ini karena pembelajaran politik rakyat tidak hanya saat mau pemilu atau saat mau pilkada saja.
Langganan:
Postingan (Atom)